I. Definisi
Budaya Anti Korupsi
Korupsi, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), didefinisikan “penyelewengan atau penggelapan uang negara atau
perusahaan, dan sebagainya untuk keperluan pribadi”. Sedangkan dalam
undang-undang No. 20 tahun 2001 dapat diambil pengertian bahwa korupsi adalah
“Tindakan melanggar hokum dengan maksud memperkaya diri sendiri, orang lain,
atau korporasi yang berakibat merugikan keuangan negara atau perekonomian
Negara”.
Korupsi merupakan tindakan yang
dapat menyebabkan sebuah negara menjadi bangkrut dengan efek yang luar biasa
seperti hancurnya perekonomian, rusaknya sistem pendidikan dan pelayanan
kesehatan yang tidak memadai. Di lingkungan sekolah sangat banyak ditemui praktek-praktek
korupsi, mulai dari yang paling sederhana seperti mencontek, berbohong,
melanggar aturan sekolah, terlambat datang sampai pada menggelapkan uang
pembangunan sekolah.
Di madrasah/ sekolah, nilai-nilai
yang berkembang di masyarakat dikenalkan, dikembangkan, dibina bahkan
dihilangkan. Karena hal itulah, salah satu cara untuk menanamkan nilai-nilai
pendidikan antikorupsi di negeri ini adalah dengan memberikan perhatian
terhadap pendidikan antikorupsi sejak dini di lembaga pendidikan.
Sebagai salah satu jalur
pendidikan formal, keberadaan Madrasah pada dasarnya bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan siswa untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang
lebih tinggi; meningkatkan pengetahuan siswa untuk mengembangkan diri sejalan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian yang dijiwai
ajaran Islam, dan meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam
mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam
sekitarnya yang dijiwai ajaran agama Islam.
II. Pentingnya
Budaya Anti Korupsi Bagi Pendidikan
Pendirian Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) pada 29 September tahun 2002 merupakan sebuah itikad baik
dari pemerintahan saat itu. KPK menjadi harapan baru bagi Indonesia untuk
mengobati penyakit bangsa yang sudah kronis. Sampai saat ini KPK sudah
menunjukan prestasi yang mengaggumkan ditengah dahaga akan pemberantasan
korupsi bangsa ini.
Mengingat begitu beratnya tugas
KPK dan besarnya akibat yang disebabkan oleh kasus korupsi, maka diperlukan
suatu sistem yang mampu menyadarkan semua elemen bangsa untuk sama-sama
bergerak mengikis karang korupsi yang telah menggurita. Cara yang paling
efektif adalah melalui media pendidikan.
Untuk menciptakan sebuah tatanan
kehidupan yang bersih, diperlukan sebuah sistem pendidikan anti korupsi yang
berisi tentang sosialisasi bentuk-bentuk korupsi, cara pencegahan dan pelaporan
serta pengawasan terhadap tindak pidana korupsi. Pendidikan seperti ini harus
ditanamkan secara terpadu mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi.
Pendidikan anti korupsi ini akan berpengaruh pada perkembangan psikologis
siswa.
Ada dua tujuan yang ingin dicapai dari pendidikan anti
korupsi ini, yaitu :
1.
Untuk menanamkan semangat anti korupsi pada setiap anak bangsa. Melalui
pendidikan ini, diharapkan semangat anti korupsi akan mengalir di dalam darah
setiap generasi dan tercermin dalam perbuatan sehari-hari. Sehingga, pekerjaan
membangun bangsa yang terseok-seok karena adanya korupsi dimasa depan tidak ada
terjadi lagi. Jika korupsi sudah diminimalisir, maka setiap pekerjaan membangun
bangsa akan maksimal.
2.
Untuk membangun nilai-nilai dan mengembangkan kapasitas yang diperlukan untuk
membentuk posisi sipil murid dalam melawan korupsi
3.
Menyadari bahwa pemberantasan korupsi bukan hanya tanggung jawab lembaga
penegak hukum seperti KPK, Kepolisian dan Kejaksaan agung, melainkan menjadi
tanggung jawab setiap anak bangsa.
Pola pendidikan yang sistematik
akan mampu membuat siswa mengenal lebih dini hal-hal yang berkenaan dengan
korupsi termasuk sanksi yang akan diterima kalau melakukan korupsi. Dengan
begitu, akan tercipta generasi yang sadar dan memahami bahaya korupsi, bentuk-bentuk
korupsi dan tahu akan sanksi yang akan diterima jika melakukan korupsi.
Sehingga, masyarakat akan mengawasi setiap tindak korupsi yang terjadi dan
secara bersama memberikan sanksi moral bagi koruptor. Gerakan bersama anti
korupsi ini akan memberikan tekanan bagi penegak hukum dan dukungan moral bagi
KPK sehingga lebih bersemangat dalam menjalankan tugasnya.
Tidak hanya itu, pendidikan anti
korupsi yang dilaksanakan secara sistemik di semua tingkat institusi
pendidikan, diharapkan akan memperbaiki pola pikir bangsa tentang korupsi.
Selama ini, sangat banyak kebiasaan-kebiasaan yang telah lama diakui sebagai
sebuah hal yang lumrah dan bukan korupsi. Termasuk hal-hal kecil. Misalnya,
sering terlambat dalam mengikuti sebuah kegiatan, terlambat masuk sekolah,
kantor dan lain sebagainya. Menurut KPK, ini termasuk salah satu bentuk
korupsi, korupsi waktu. Kebiasaan tidak disiplin terhadap waktu ini sudah
menjadi lumrah, sehingga perlu dilakukan edukasi kepada masyarakat. Materi ini
dapat diikutkan dalam pendidikan anti korupsi ini. Begitu juga dengan hal-hal
sepele lainnya.
Adapun usaha-usaha yang harus
dilakukan siswa siswi untuk untuk dapat mencapai tujuan-tujuan dari pendidikan
anti korupsi, yaitu dengan :
1.
Memahami informasi
Bahaya korupsi biasanya
ditunjukkan menggunakan argument ekonomi, sosial dan politik. Siswa tentunya
akan sulit untuk memahami,untuk itu perlu ‘diterjemahkan’ ke dalam bahasa para
siswa dengan menunjukkan bagaimana korupsi mengancam kepentingan mereka dan
kepentingan keluarga dan temanteman.
2.
Mengingat
Tidak diragukan lagi, dengan
proses mengulang, anak akan ingat, namun jika yang sama diulang lebih dari tiga
kali, anak akan merasa jenuh dan merasa kehilangan hak untuk membuat pilihan
bebas. Jadi tidak ada salahnya mengubah bentuk penyediaan informasi dengan cara
yang paling tak terduga dan mengesankan (ada variasi)
3.
Mempersuasi (Membujuk) diri sendiri untuk bersikap kritis
Sikap kritis menjadi
sangat kuat bila tidak hanya diberikan, tetapi mengarahkan mereka untuk
mengembangkanya dengan penalaran intensif. Efeknya akan lebih kuat jika
menggunakan metode pembelajaran aktif.
Dengan adanya pendidikan anti
korupsi ini, diharapkan akan lahir generasi tanpa korupsi sehingga dimasa yang
akan datang akan tercipta Indonesia yang bebas dari korupsi. Harapan awal
tentunya ini akan berdampak langsung pada lingkungan sekolah yaitu pada semua
elemen pendidikan, seperti kepala sekolah, guru, karyawan dan siswa. Lingkungan
sekolah akan menjadi pioneer bagi pemberantasan korupsi dan akan merembes ke
semua aspek kehidupan bangsa demi mewujudkan Indonesia yang bebas dari korupsi.
III. Impelementasi
Budaya Anti Korupsi Bagi Manajerial Madrasah
Pendidikan adalah
usaha sadar yang membentuk watak dan prilaku secara sistematis, terencana, dan
terarah (Mahfudh,2003:251). Madrasah adalah lembaga pendidikan yang memasukan
nilai-nilai Islam baik dalam kurikulum pembelajarannya maupun dalam etika
sehari hari. Untuk itu Madrasah harus bisa menjadi model percontohan dalam menegakkan Amar
ma’ruf nahi munkar, khususnya untuk tindak pidana korupsi pada
penyelenggaraan pendidikan.
Islam memerintahkan umatnya agar
hanya memakan dan memakai harta yang halal. Halal dan haram tidak hanya
ditentukan dari dzatnya saja, melainkan juga bagaimana cara memperolehnya.
Korupsi menurut kesepakatan Ulama (ijma) merupakan suatu tindakan yang
sangat diharamkan oleh Islam. Maka dari itu sangatlah penting untuk menanamkan
budaya anti korupsi di lingkungan madrasah.
Ciri khas madrasah lebih dari
hanya sekedar penyajian mata pelajaran agama. Artinya, ciri khas tersebut bukan
hanya sekedar menyajikan mata pelajaran agama Islam di dalam lembaga madrasah
tetapi yang lebih penting ialah
perwujudan dari nilai-nilai keislaman di dalam totalitas kehidupan madrasah.
ciri khas tersebut mengandung unsur-unsur sebagai berikut: (1) Perwujudan
nilai-nilai keislaman di dalam keseluruhan kehidupan lembaga madrasah; (2)
Kedidupan moral yang beraktuaisasi, dan (3) Manajemen yang profesional,
terbuka, dan berperan aktif dalam masyarakat (Tilaar, 2004: 179). Artinya mulai
dari Kepala Madrasah hingga tukang sapu madrasah bersama –sama menciptakan
budaya anti korupsi di lingkungan madrasah.
Seorang kepala madrasah merupakan
penentu kebijakan pada madrasah tempatnya bertugas. Penerapan budaya anti
korupsi di madrasah memang sudah seharusnya di laksanakan dan seorang kepala
madrasah wajib menjadi motor penggerak dan tauladan bagi segenap civitas
akademika madrasah. Peran penting seorang kepala madrasah menjadi tumpuan bagi
gerakan anti korupsi di madrasah. Tak hanya sebagai tauladan, seorang kepala
madrasah juga beperan sebagai pegendali sistem birokrasi di madrasah. Dituntut
ketegasan dan kreatifitas seorang kepala madrasah dalam menjalankan sistem dan
kebijakan yang bebas dari korupsi. Hal tersebut bisa di lakukan misalnya dengan
melakukan kebijakan reward and punishment, sebagai stimulus
bagi seluruh murid, guru (ustadz) dan karyawan di madrasah. Dan untuk
mengefektifkan program tersebut dibutuhkan pula sistem pengawasan internal.
Sebagai kepala madrasah tentunya dibutuhkan pribadi yang jujur, bersih dan
berani serta memiliki komitmen yang kuat untuk membudayakan anti
korupsi dalam menerapkan kebijakan – kebijakan tersebut di madrasah.
Peran para guru (ustadz) juga tak
kalah penting dalam membudayakan anti korupsi di lingkungan madrasah. Karena
mereka yang berhubungan langsung dengan para murid, setiap tindakan dan ucapan
mereka sangat berpengaruh terhadap tingkah laku serta pribadi murid – murid
madrasah. Maka dari itu peran seorang guru (ustadz) selain dituntut untuk
mempropagandakan selogan-selogan anti korupsi kepada murid – murid madrasah,
mereka juga harus mengimplementasikan dalam setiap pelaksanaan proses belajar
mengajar dan dalam setiap prilaku sehari –hari. Dimulai dari hal terkecil
seperti kepatuhan terhadap peraturan yang dibuat oleh pihak madrasah, misalnya
tepat waktu, kehadiran dan lain sebagainya.
Hal selanjutnya yang juga tak
kalah penting adalah birokrasi dalam penyelenggaraan pendidikan di madrasah.
Hal yang sering terjadi adalah membudayanya pungutan – pungutan liar yang
dilakukan pihak sekolah, pemberian gratifikasi para wali murid kepada guru atau
bahkan kepala sekolah dengan modus mempermudah segala urusan yang
membelit siswa. Disini peran orang tua atau wali murid juga dibutuhkan agar
tidak membudayakan kegiatan yang seperti itu. Peran orang tua atau wali murid
juga dibutuhkan untuk mengawasi segala bentuk kebijakan madrasah yang merugikan
pihak siswa.
Ada satu moment dimana madrasah
justru menjadi pelaku tindak ketidak jujuran, yaitu saat pelaksanaan Ujian
Nasional (UN). Pihak sekolah atau madrasah, dengan dalih agar para siswanya
dapat lulus seratus persen, melakukan praktik – yang tidak terpuji dan tidak
mendidik, dengan cara memberikan jawaban kepada siswa yang melakukan Ujian
Nasional (UN). Dalam hal ini madrasah sebagai lembaga pendidikan yang menanamkan
nilai – nilai ke Islaman harus menjadi contoh untuk menghindari usaha-usaha
yang tercela tersebut dengan meningkatkan kualitas pengajaran agar para siswa
bisa mencapai hasil maksimal tanpa melakukan praktik – praktik tak terpuji
tersebut, bukan justru ikut –ikutan melakukan hal serupa.
Dalam mewujudkan budaya anti
korupsi di madrasah memang butuh dukungan dari semua pihak. Mulai dari Kepala
sekolah, Guru (Ustadz), pegawai, siswa dan orang tua atau wali murid, bahkan
sampai tukang sapu madrasah sekalipun. Karena bukan hanya membawa citra
personal dan madrasah itu sendiri, tapi juga citra Islam.
Sebagai langkah pemberantasan
korupsi di negeri ini telah dibentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang
banyak melakukan penanggulangan korupsi secara represif. Namun terbukti hingga
saat ini tindakan represif masih belum memberikan efek jera terhadap para
pelaku korupsi. Agar perilaku korupsi tidak semakin meluas, diperlukan tindakan
pencegahan (preventif) terhadap potensi untuk melakukan tindakan korupsi. Salah
satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menanamkan budaya anti korupsi
dalam kehidupan sehari-hari.
Pada lingkungan Madrasah,
penanaman budaya anti korupsi dapat dilaksanakan dalam tataran pelaksanaan
keadministrasian dan managerial di Madrasah. Disadari ataupun tidak, banyak
sekali potensi perilaku korupsi pada tataran managerial Madrasah yang. Beberapa
kegiatan yang mungkin dapat dilakukan untuk menanamkan budaya anti korupsi
adalah:
- Transparansi: a). APBS dibuat secara bersama dengan melibatkan guru, komite Madrasah, orang tua, dan staf TU. b). Pamflet-pamflet serta laporan-laporan yang dibuat secara tertulis oleh Madrasah secara formal. Selama proses penyusunan RPS dan APBS, para guru, perwakilan orang tua, pengurus komite Madrasah dan staf Madrasah selalu dilibatkan secara aktif, meskipun tidak semua guru dan staf dilibatkan secara total.
- Partisipasi: para warga Madrasah dan stakeholders lainnya harus berpartisipasi aktif dalam pengelolaan Madrasah dalam berbagai bentuk semisal sumbangsih pemikiran, keterlibatan guru, staf, dan orang tua siswa dalam kegiatan Madrasah. Secara formal penyampaian aspirasi (sebagai salah satu bentuk partisipasi) dilakukan melalui rapat, sedangkan secara informal dilakukan dengan bertatap muka dengan kepala Madrasah ataupun melalui surat.
- Akuntabilitas: perlu dimilikinya standar kerja yang jelas dalam bentuk TUPOKSI (tugas pokok dan fungsi), evaluasi kinerja melalui pemeriksaan dokumen rencana pembelajaran, kunjungan kelas oleh kepala Madrasah, dan konsultasi individu antara guru dan kepala Madrasah.
Implementasi dari transparansi,
partisipasi, dan akuntabilitas akan berjalan dengan baik bila didukung dengan:
a). dorongan dari orang tua siswa, b). personil Madrasah telah memiliki
kualifikasi yang cukup, d). adanya media komunikasi yang mampu menjadi penyalur
berbagai informasi perkembangan Madrasah, masukan serta kritikan dari
stakeholder, dan e). program-program Madrasah mendukung terhadap
pengimplementasi-an pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme.
IV. Implementasi
Budaya Anti Korupsi Bagi Siswa Didik
Pendidikan merupakan pilar
pembangun karakter, dalam rangka menyiapkan generasi baru yang anti korupsi dan
membangun budaya anti korupsi adalah melalui implementasi pendidikan anti
korupsi pada setiap jenjang pendidikan daerah.
Berdasarkan aturan pemerintah antara lain:
- TAP MPR RI Nomor 11 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN;
- Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN;
- Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
- Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
- Instruksi Presiden RI Nomer 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi
- Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 pasal 13 tentang KPK memiliki kewenangan untuk menyelenggarakan program pendidikan anti korupsi pada setiap jenjang pendidikan
Pemberantasan korupsi mesti
sistematis dan masif. Pendidikan antikorupsi menjadi sarana sadar untuk itu.
Pendidikan antikorupsi baiknya menyentuh aspek kognitif, afektif, dan konasi.
Tujuan utama pendidikan antikorupsi adalah perubahan sikap dan perilaku
terhadap tindakan koruptif.
Pendidikan antikorupsi membentuk
kesadaran akan bahaya korupsi, kemudian bangkit melawannya. Menjadi champion
dalam pemberantasan korupsi. Pendidikan anti korupsi juga berguna mempromosikan
nilai-nilai kejujuran dan tidak mudah menyerah demi kebaikan. Seyogianya,
pendidikan antikorupsi dikelola sebagai sebuah dialog, hingga tumbuh kesadaran
kolektif tiap warga akan pentingnya pemberantasan dan pencegahan korupsi.
- Memasukkan Nilai-nilai Anti Korupsi dalam Pelajaran
Tujuan Pendidikan Nasional
sebagaimana disebutkan dalam UU Sisdiknas no 20 tahun 2003 pasal 3 adalah
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Dengan demikian pendidikan berhasil jika tujuan dari pendidikan
terlaksana. Untuk mencapainya diperlukan kerja sama dari berbagai pihak.
Pendidikan Anti Korupsi mencakup
aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Aspek kognitif akan memberikan
bekal pengetahuan dan pemahaman kepada siswa tentang bahaya korupsi, sehingga
ia akan memiliki komitmen yang tinggi terhadap upaya Pemberantasan korupsi.
Aspek afeksi akan berkorelasi dengan pembentukan sikap, keasadaran, dan
keyakinan bahwa antikorupsi harus dilakukan dalam berbagai bidang kehidupan
masyarakat. Adapun aspek psikomotorik akan memberikan keterampilan dan perilaku
kepada siswa bagaimana mengenali korupsi. Keseluruhan aktivitas pendidikan ini
akan memberikan pengalaman kepada siswa akan pentingnya mengembangkan sikap,
perilaku, dan kebiasaan yang beorientasi kepada kejujuran.
Saat ini peserta didik sudah
demikian sesak dengan melimpahnya mata pelajaran yang harus dipelajari dan
diujikan. Dikhawatirkan anak didik akan terjebak dalam kewajiban mempelajari
materi kurikulum antikorupsi. Bisa jadi yang akan muncul adalah kebencian dan
antipati pada mata pelajaran antikorupsi. Bukannya pemahaman dan kesadaran
antikorupsi.
Pakar pendidikan Arief Rachman
menyatakan tidak tepat bila pendidikan antikorupsi menjadi satu mata pelajaran
khusus. Alasannya, karena siswa sekolah mulai SD, SMP, hingga SMA sudah
terbebani sekian banyak mata pelajaran. Dari segi pemerintah, menurut Arief
Rachman, akan berbuntut pada kesulitan-kesulitan, seperti pengadaan buku-buku
antikorupsi dan repotnya mencari guru antikorupsi.
Menyikapi kesulitan tadi,
pendidikan antikorupsi, menurut Arief Rachman, lebih tepat dijadikan pokok
bahasan dalam mata pelajaran tertentu. Sebuah usulan yang mesti dicermati.
Materi pendidikan antikorupsi nantinya bisa saja diselipkan dalam mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), Matematika, Bimbingan Karir, Bahasa. Pokok
bahasan mencakup kejujuran, kedisiplinan, kesederhanaan, dan daya juang. Selain
itu, juga nilai-nilai yang mengajarkan kebersamaan, menjunjung tinggi norma
yang ada, dan kesadaran hukum yang tinggi.
Untuk itu PAK yang akan didesain
adalah pendidikan antikorupsi yang memuat keseluruhan komponen di atas namun
harus dilaksanakan secara kontekstual, dengan memperhatikan kebutuhan siswa,
kegiatan pembelajaran yang ada, kemampuan guru dan sekolah dalam melaksanakan
kegiatan PAK. Dari hasil diskusi dengan guru dan kepala sekolah serta
konsultasi dengan pakar maka disepakati bahwa implementasi PAK dilaksanakan
secara inklusif, artinya PAK akan disisipkan kepada mata pelajaran yang sudah ada
dan dilaksanakan baik secara intrakurikuler maupun ekstrakurikuler.
- Program Kantin Kejujuran
Untuk mengetahui tingkat
kejujuran para siswa dibentuklah kantin kejujuran. Barang-barang yang
disediakan juga disesuikan dengan kebutuhan pokok siswa seperti: makanan kecil,
buku, alat tulis, aksesoris, buku cerita, buku pelajaran dan lain-lain. Dalam
Toko Kejujuran ini diskenariokan self servis artinya tidak ada
penjaga yang bertugas melayani pembeli. Siswa yang menginginkan untuk membeli
barang yang ada di Toko Kejujuran cukup dengan melihat harga barang yang
tertera dalam label kemudian pembeli tinggal menaruh uang di tempat yang telah
disediakan. Jika ada uang kembali maka siswa tinggal mengambil pada tempat di
mana ia menaruh uang. Jika uang kembalian tidak ada atau tidak cukup maka ia
dapat menunggu.
Praktek kantin kejujuran
dilaksanakan selama satu bulan dengan memanfaatkan Koperasi Madrasah. Praktek
ini dilakukan dengan tujuan untuk mengukur dan mencari data awal tentang
tingkat kejujuran di kedua sekolah tersebut.
- Membudayakan Kerja tanpa Pamrih
Praktek pemberian sesuatu baik
dalam bentuk barang maupun uang dapat menjadi kebiasaan yang baik. Namun di
sisi lain
- Penerapan Reward and Punishment secara Tegas
Dalam kegiatan belajar, motivasi
sangat diperlukan. Motivasi adalah dorongan untuk mencapai tujuan tertentu.
Dorongan itu bisa saja berbentuk antusiasme, harapan dan semangat. Salah satu
contoh dalam menumbuhkan motivasi, metode reward dan punishment seringkali
digunakan oleh para guru atupun orang tua. Reward & punishment merupakan
teori psikologi tentang belajar. Reward secara bahasa berarti hadiah dan
punishment berarti hukuman. Dalam hal ini teori reward & punishment dapat
diaplikasikan dalam mendidik seseorang. Contohnya apabila seorang anak mendapatkan
peringkat dikelasnya maka ia akan diberi reward, tapi kalau ia berbuat nakal
maka ia akan diberi punishment.. Dengan begitu maka ia akan cenderung
berprestasi daripada
- Kegiatan pengabdian kepada masyarakat
Dalam kegiatan ini dilaksanakan
melalui sebuah kegiatan sosialisasi yang dilaksanakan dengan materi yang
disusun secara sistematis dan menggunakan metode permainan monopoli. Untuk
menjaga efektifitas kegiatan pengabdian ini, maka pelaksanaannya dilakukan
secara bertahap dengan urutan sebagai berikut:
- tahap pengenalan dan pemahaman, yaitu tahap dimana para siswa diberikan pemahaman yang tepat mengenai definisi dan aturan hokum tentang korupsi. Secara umum para siswa telah mempunyai kesadaran (awareness) yang tinggi atas kasus korupsi yang mereka peroleh dari beberapa media baik media cetak maupun elektronik. akan tetapi pemahaman mereka masih rendah dalam hal definisi dan aturan hukum mengenai korupsi,
- tahap pembentukan sikap, yaitu tahap dimana para siswa diberikan materi pendidikan antikorupsi yang pada dasarnya berisi penanaman nilai-nilai etika dan moral yang diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat, yang pada gilirannya mampu mewujudkan generasi yang “bersih” dan “anti korupsi”, dan
- tahap penerapan, yakni tahap dimana para siswa yang telah mendapat TOT (Training of Trainer) diharapkan akan memiliki keberanian dan kebijaksanaan untuk memberantas korupsi, sehingga terwujud generasi yang bersih, transparan, dan profesional.
0 komentar:
Posting Komentar